Rabu, 29 Agustus 2018

Quranku Berdebu

QURANKU BERDEBU




Mengingat masa kecil dahulu juga mengingatkanku akan hal menarik didalamnya. Masa dimana yang kita fikirkan hanya main, main, dan main. Memang seperti itulah pada umumnya, aku tak tau jika diantara kalian ada yang berbeda. Jika memang iya berarti kalian istimewa, karena kalian tak seperti kebanyakan orang. Disamping bermain, ada kegiatan rutin yang selalu kita kerjakan setiap sore, masih ingatkah ?. Iya, dulu pasti setiap sore kita selalu pergi ke TPQ (Tempat Pendidikan Quran) baik itu di masjid ataupun musholla. Keduanya tak ada bedanya, sama-sama menjadi tempat belajar kita untuk bisa melantunkan ayat suci Al-Quran. Betapa bahagianya dahulu pergi ke TPQ bersama teman-teman rame-rame untuk belajar Alif, Ba, Ta dan seterusnya melalui buku Iqro. Berangkat menuju TPQ dengan perasaan senang dan penuh semangat, aku pun lupa apa yang mendorong diriku semangat berangkat TPQ. Apa mungkin semua itu karena banyak teman ya…jadi di TPQ tujuannya bukan hanya belajar membaca Al-Quran tapi juga karena ingin bertemu teman-teman.
            Tak terasa hari-hari berlalu dengan cepat, kita pun beranjak sedikit lebih dewasa, lebih tepatnya sampai di usia remaja. Disinilah kita mulai meninggalkan yang namanya membaca Al Quran, di awali dari teman yang keluar dari TPQ kemudian menyusul yang lainnya. Mereka bilang “Sudah tua malu kalo kumpul sama anak-anak kecil”. Sungguh alasan yang tidak logis, padahal kan juga banyak teman-teman yang satu pantaran atau seangkatan. Sebenarnya alasan utama yang membuat mereka berhenti termasuk diriku sendiri adalah karena mulai banyaknya kesibukan yang sebenarnya itu tidak lebih utama dari belajar membaca Al-Quran. Banyak  diantaranya termasuk kesibukan yang mealalaikan hingga membuat kita lupa akan pentingnya ibadah. Sampai-sampai sehari tak menyentuh yang namanya Al-Quran. Inilah start kita untuk membuat Quran yang dulu sering kita baca berdebu, bahkan bisa jadi sampai hari ini debu itu belum tersisihkan dari atas Quran kita.
            Coba mulai detik ini kita instrospeksi diri, melihat kondisi diri sendiri yang terus lalai oleh kehidupan dunia. Padahal kita diciptakan didunia ini tidak lain hanya untuk beribadah kepada Allah. Sudikah tujuan hidup kita melenceng dari jalurnya. Allah telah memberikan pedoman hidup untuk kita seorang muslim berupa kitab Al-Quran yang mulia. Jika sampai detik ini saja kita belum memahami isinya apalagi mau mengamalkannnya, dan jika sampai detik ini saja kita belum sempat membukanya apalagi mau membacanya. Mungkin sekian dulu ulasan pada kali ini ya. Insyaa Allah akan berlanjut pada artikel selanjutnya dengan bahasan mengenai beberapa hal yang bisa mendorong sesorang istiqomah dan merasa nikmat ketika membaca Al-Quran.


Minggu, 26 Agustus 2018

Seberat Apa Ujianmu


SEBERAT APA UJIANMU 




 Malam itu tepatnya hari kamis, namun aku lupa tanggalnya. Saat itu aku sedang menghadiri sebuah kajian salah seorang ustadz dari kota Malang yang dinilai baik dan menarik cara penyampaiannya. Ustadz Azzar Reza namanya, beliau juga sering mengisi kajian di masjid kampusku yaitu masjid Al- Mi’roj Poltekkes Malang. Malam itu ustadz Azzar Reza mebawakan sebuah kisah yang begitu memilukan sekaligus memberikan kami para jamaah pelajaran, beliau mengatakan bahwa kisah ini adalah kisah nyata yang dialami seseorang.  Seorang lelaki yang kehilangan 4 anggota keluarganya dalam waktu satu hari. Bukan karena bencana alam atau pembunuhan. Namun sebuah peristiwa yang terkesan seperti sudah ada skernario didalamnya.
            Berawal dari sebuah ruang tamu seorang lelaki yang sudah kusebutkan diatas. Dia bersama kedua anaknya yang bisa dibilang masih anak-anak dan umur keduannya tidak jauh beda. Disamping itu istrinya berada didapur bersama satu bayi kecil dipangkuan sedang memasak air untuk mandi bayi kecilnya. Lelaki itu kedatangan seorang tamu dan dia mempersilakannya masuk untuk duduk di ruang tamu itu. Menyembelih hewan ternak yang dimiliki adalah sebuah kebiasaan didaerah lelaki tersebut ketika kedatangan seorang tamu. Hingga lelaki itu membawa kedua anaknya kebelakang rumah untuk menyembelih kambing ternaknya. Ketika dia menyembelih kambing peliharaannya otomatis kedua anak yang masih kecil itu melihat peristiwa penyembelihan.
            Selesainya menyembelih kambing tersebut lelaki itu kembali menuju ruang tamu tadi untuk menjamu kembali tamunya. Masalah dimulai dari sini, lelaki itu lupa untuk menyimpan kembali pisau yang dia gunakan untuk menyembelih kambing tapi hanya meletakkan di tempat kambing itu tergeletak. Sang anak yang begitu polos setelah melihat kejadian penyembelihan itu berkata kepada adiknya “ Dek, ayo coba yang kayak ayah tadi ”. Sang adik pun menuruti kemauan sang kakak, hingga akhirnya sang kakak menyembelih adiknya. Sang kakak pun bingung dan menjerit ketakutan ketika melihat adiknya meninggal karena disembelih . Dia pun berlari keluar rumah, tak disangka tepat ketika dia keluar rumah karena ketakutan dan saat yang bersamaan datanglah seorang pasukan berkuda lewat depan rumahnya menabrak anak itu hingga meninggal. Ketika itu sang istri sedang memandikan anak bayinya didalam sebuah bak. Mendengar suara jeritan anak pertamanya tadi, dia spontan meninggalkan anak bayinya didalam bak hingga tenggelam. Sang istri berlari untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, dia pun mendapati anak pertamanya telah meninggal didepan rumah dan kemudian menuju belangkang rumahnya mendapati anak kedua juga meninggal dengan berlumuran darah. Badan langsung terasa lemas melihat kondisi itu, dia kembali menuju kamar mandi tempat si bayi tadi dimandikan. Alhasil dia juga mendapati anak bayinya meninggal dalam kondisi tenggelam. Sang istri tidak kuat merasakan semua kejadian itu, hingga penyakit jantungnya pun menyerang dengan berujung pada kematian.
            Bayangkan, bagaimana perasaan lelaki itu sebagai seorang suami dan ayah yang kehilangan ke empat anggota keluarganya dalam satu hari, sedangkan dia juga tidak pernah menyangka bahwa kejadian-kejadian tadi bisa menimpa keluarganya. Itulah yang namanya takdir, jika Allah telah menetapkan tidak ada yang bisa merubahnya dan kita hanya mampu berdoa. Setiap orang memiliki ujian yang berbeda, kita mungkin sering mengeluh dengan ujian yang mungkin tidak seberat ujian yang dimiliki lelaki itu. Ujian  memang ada tingkatannya, setiap kita akan mendapatkan ujian sesuai dengan kadar kemampuan kita masing-masing. Tak lepas dari lelaki itu, dia menerima ujian seperti itu karena memang hanya dia yang mampu menerimanya. Yakinlah bahwa ujian  itu tidak akan melebihi kemampuan seorang hamba, dan ingatlah selalu bahwa Allah tak akan pernah meninggalkanmu dalam setiap usahamu. Semoga yang sedikit ini bisa memberikan manfaat kepada kita untuk selalu bersyukur atas setiap ujian  yang ada.